06 September 2005 10:52:09
Konser kolaborasi Kyai Kanjeng dengan Leo Kristi berlangsung Senin (5/9). Konser bertajuk Kanjeng Leo Tidak Percaya itu banyak memaknai lagu-lagu rakyat. Salah satu lagu yang diulas oleh Emha Ainun Nadjib, pentolan Kyai Kanjeng, adalah Gundul Pacul, lagu Jawa yang kerap dinyanyikan anak-anak.
Kampus ITS, ITS Online - Konser kolaborasi antara Emha Ainun Nadjib dan penyanyi balada Leo Kristi diiringi ensambel Kyai Kanjeng, Senin (5/9) malam di gelar di depan Gedung Perpustakaan ITS. Konser yang menandai dibukanya kegiatan Lustrum ke-9 ITS itu dipadati ratusan penonton bukan hanya dari kalangan kampus tapi juga masyarakat lainnya.Sebaris kalimat, Kanjeng Leo Tidak Percaya, melatarbelakangi panggung dengan latar belakang serba hitam. Sebuah kalimat pesimistis memang, tapi itulah kenyataan yang sedang dihadapi bangsa ini, kata Cak Nun.
Di atas panggung, penyanyi balada Leo Kristi dengan suara menghentak-hentak bernyanyi dalam balutan tema besar Kanjeng Leo Tidak Percaya.Pentas itu diawali dengan lagu anak-anak berirama riang, Gundul Pacul. Lagu itu, menurut pemimpin komunitas Kyai Kanjeng, Emha Ainun Nadjib, tidak sekadar untuk meriangkan anak-anak, tetapi mengandung pesan politik. “Jangan punya karakter gembelengan, bermain-main, jika sudah menjadi pemimpin, tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan dengan substansinya,” kata Emha.Emha lalu menjelaskan bait berikutnya. “Kalau Anda sudah menjadi pejabat, dibayar oleh rakyat, berarti posisimu berada di bawah bakul rakyat. Anda harus menjunjung tinggi kesejahteraan rakyat di atas martabatmu sendiri,” tuturnya.Budayawan bergelar Kyai Mbeling ini lantas melanjutkan, ”Kalau Anda bermain-main, maka bakulnya akan ngglimpang. Dan, kalau nasinya sudah bertebaran ke mana-mana, tidak terorganisasi, akhirnya berbagai masalah di masyarakat akan muncul. Sekarang belum ngglimpang, tapi sudah diambil sedikit-sedikit, BUMN dijual,” paparnya.Dikatakan Cak Nun, konsernya dengan Leo Kristi merupakan bagian dari memaknai puisi-puisi yang selama ini diciptakan oleh Leo. ”Sudah lebih dari 30 tahun tidak ada yang memberi makna terhadap puisi-puisi Leo, maka kini saatnya saya mencoba untuk memberikan makna,” katanya.Dalam kaitan itulah maka Cak Nun berencana akan mengadakan pertunjukan keliling Indonesia dari satu kampus ke kampus lain di tanah air. ”Di ITS merupakan pertunjukan ke dua di kampus setelah sebelumnya menggelar konser serupa di Kampus Universitas Paramadina Jakarta,” katanya.
Dalam konser Senin malam itu, tiap lagu yang dinyanyikan di panggung kemudian diuraikan secara lugas oleh Emha. Begitu pula tiga lagu yang dibawakan Leo Kristi, Salam dari Desa, Nyanyian Fajar, dan Sayur Asem Kacang Panjang.Coba simak syair Salam dari Desa. ”Kalau ke kota esok pagi. Sampaikan salam rinduku. Katakan padanya padi-padi telah kembang. Ani-ani seluas padang, roda lori berputar-putar siang malam. Tapi bukan kami punya.” Lagu tersebut menggambarkan betapa banyak hal yang seharusnya menjadi milik rakyat, tetapi tidak seperti kenyataannya. Sebagai salah satucontoh, penguasaan sumber daya air yang kini banyak dikuasai pemilik modal asing melalui privatisasi. Itu dimungkinkan dalam Undang-Undang Sumber Daya Air.
Lebih jauh, Emha menguraikan lagu Sayur Asem Kacang Panjang yang menuturkan bahwa betapa kaya negeri Indonesia ini dengan berbagai bahan pangan dan makanan. Namun, ia tidak berdaya menghadapi serbuan makanan cepat saji lewat gerai-gerai restoran global. Anda akan merasa belum modern kalau tidak mengonsumsi berbagai hidangan itu.Rektor ITS, Prof Dr Ir Mohammad Nuh DEA mengatakan dalam sambutannya, bahwa melalui pertunjukan-pertunjukan seni semacam ini dapat menambah modal atau bekal hidup yang kini hanya cukup dengan satu modal saja. ”Globalisasi menuntut kita untuk bisa memiliki modal apa saja untuk bisa hidup dan survive. Kesenian merupakan salah satunya,” kata Mohammad Nuh. (Humas/tov)
Source : Institute Teknology Sepuluh November
No comments:
Post a Comment