Parkiran Magister Manajemen, Kampus B. Apa jadinya jika Emha Ainun Najib bersama Kiai Kanjeng-nya tampil di depan mahasiswa ? Yang sudah pasti adalah tanggapan yang positif. Namun juga sedikit atraktif dalam berpikir. Hal ini terbukti dari acara yang telah diselenggarakan Minggu (19/11) kemarin di lapangan parkir Magister Manajemen, kampus B Unair. Masih dalam rangka Dies Natalis Unair ke-51, Kiai Kanjeng memang sengaja didatangkan ke Unair.
Jumlah penonton sebenarnya tidak memenuhi lapangan tersebut, disebabkan hujan yang cukup deras mengguyur lokasi dari petang hingga malam hari. Hasilnya, acara yang dijadwalkan mulai pada pukul 19.00 WIB harus mundur selama 2 jam. Hanya untuk menunggu hujan reda. Akhirnya, meski hujan masih rintik-rintik, acara dimulai juga. Penonton sudah mulai berdatangan ketika acara yang dibuka pertama kali oleh tarian tradisional oleh mahasiswa Unit Kegiatan Tari dan Karawitan mempertontonkan aksinya. Acara kemudian dilanjutkan oleh penampilan dari Teater Puska Fisip Unair yang menunjukkan seni teatrikal yang mencoba memaparkan kondisi pertelevisian di Indonesia beserta dampak yang ditimbulkannya.
Penonton mulai bersorak ketika Kiai Kanjeng memulai penampilan mereka dengan tiga komposisi lagu sekaligus. Setelah itu, Cak Nun (panggilan akrab Emha Ainun Najib, red) didampingi dengan Leo Kristi, terlihat baru naik panggung. Di atas panggung, Cak Nun mulai menyampaikan pemikiran-pemikirannya disertai dengan guyonan-guyonan khas Suroboyoan, yang senantiasa mencoba membawa penonton untuk larut dalam suasana. Cak Nun juga mengajak beberapa penonton untuk maju ke atas panggung dan berdiskusi bersama. Walhasil, sembilan orang yang maju dengan sukarela diberikan ‘tugas’ untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh Cak Nun.
Jika boleh ditilik keberadaannya, pertunjukan malam itu adalah suatu tontonan yang sarat dengan muatan budaya dan politis. Ada juga kisi-kisi pendidikan yang dibawa dengan sangat santai, hingga mudah untuk diikuti. Obrolan-obrolan yang dibawakan oleh Cak Nun tidak terlalu berat, namun sebenarnya memiliki muatan yang padat. Kiai Kanjeng yang tampil pada malam itu pun seakan menunjukkan kepada penonton bahwa mereka bisa tampil apik. Dengan alat yang merupakan gabungan dari alat musik tradisional dan modern, semua bisa ditampilkan dengan megah dan dinamis. Begitu pula dengan Leo Kristi, yang oleh Cak Nun disebut sebagai musisi fundamentalis karena selalu bertahan dengan musiknya sendiri tanpa harus mengikuti tren manapun.
Penampilan Leo Kristi dengan lirik-lirik dalam lagunya dapat menggugah kenangan masa lalu Indonesia.Dalam pembukaannya, Cak Nun juga sempat mengajak penonton untuk berdoa bersama supaya acara malam itu dapat terlaksana dengan baik tanpa gangguan apapun. Yang menarik, Cak Nun juga mengajak penonton yang beragama lain untuk ikut memimpin doa dengan caranya sendiri. Cak Nun juga mengundang 2 orang dari panitia untuk ikut tampil membawakan lagu-lagu modern yang sangat dikenal oleh kalangan muda, tentu saja diiringi oleh Kiai Kanjeng.
Dalam sesi obrolan terakhirnya, Cak Nun juga mengangkat masalah ideologi Pancasila dan juga penerapan BHMN dalam lingkungan pendidikan, asal-usul dan dampak-dampak yang mungkin dapat ditimbulkannya. Penampilan malam itu ditutup oleh Leo Kristi yang membawakan beberapa buah lagu. Selain ada dukungan dari panitia Dies Natalis Unair, acara ini juga terselenggara berkat kerjasama dengan BEM Fisip, Indosat beserta pihak Honda.
Source : Warta Unair.ac.id
No comments:
Post a Comment