Leo Kristi adalah pemusik yang selalu mempertontonkan pergelaran berupa konser rakyat. Ia memang merupakan satu-satunya pemusik Indonesia yang mengangkat jenis lirik lagu perjuangan rakyat, sehingga identitasnya sebagai pemusik lagu rakyat sangat kental di dalam masyarakat.
Nama Leo Kristi sebenarnya terdiri dari tiga kata, yaitu Leo, Keris dan Sakti dan nama itu menjadi nama sebuah gitarnya dan nama ini disingkat menjadi Leo Kristi. Sedangkan nama lengkap yang diberikan oleh orang tuanya adalah Leo Imam Soekarno yang lahir pada 8 Agustus 1949 di Surabaya. Ayahnya bernama R. Ng. Imam Subiantoro dan ibunya bernama R.A. Roekmini Idajati.
Ayahnya bekerja sebagai pengawas keuangan pajak di kantor Inspeksi Keuangan. Karenanya kehidupan Leo lebih baik dengan fasilitas yang mencukupi. Walaupun orang tuanya serba cukup namun sifat kerakyatan sudah kelihatan dalam pribadinya, dengan mencuri waktu tidur siang, ia pergi bersama-sama temannya, jajan di pinggir jalan, bergaul dengan anak kampung, bermain lumpur, ikut menyanyi di belakang rumah tempat tinggal para gelandangan dengan gitar tua, dimana bassnya mereka rakit dari bahan kotak sabun. Dengan demikian kelihatan suasana kegembiraan, sehingga Leo lupa akan waktu. Hal seperti ini berkali-kali dilakukannya dan akibatnya ia selalu mendapat hukuman dari orang tuanya.
Sejak kecil Leo sudah menunjukan hobbynya di bidang musik. Melihat bakat tersebut, maka ayahnya memberi hadiah sebuah gitar dan gitar tersebut diberi nama Keris Sakti. Dan semasa SMA ia sudah memimpin sebuah grup band.
Setelah menyelesaikan SMA nya, Leo melanjutkan kuliah ke Perguruan Tinggi Institut Teknik Surabaya jurusan Arsitektur sampai tingkat II. Ia tidak dapat melanjutkan kuliahnya karena bibit jiwa seni lebih mempengaruhi hidupnya. Waktunya lebih sering diberikan kepada kegiatan-kegiatan musik dan akhirnya ia menentukan pilihannya menjadi Arsitektur Musik.
Dalam menciptakan lagu, Leo selalu tergantung dan berdasar pada suasana hati dan rasa cintanya kepada tanah air. Untuk menambah suasana enaknya sebuah lagu untuk di dengar, ia memberi bumbu dengan melihat kejadian sehari-hari, yaitu bagaimana sebuah perjuangan rakyat. Ketika ia berjalan dan melihat pemandangan indah, ia tidak mengaguminya, karena menurutnya bahwa dari semua yang indah yang dilihatnya hanyalah manusia. Begitu pula ketika ia mengajak bicara dengan anak-anak, orang tua, bahkan kakek-kakek, ia semakin memahami persoalan sehari-hari dan ini sangat menarik perhatiannya.
Selain itu Leo juga sangat senang dan suka menatap seseorang dan mengamati sosoknya dengan cermat. Dari pandangan ini ia mampu mengartikan raut wajah, rona mata, bahkan guratan garis yang berada di kening seseorang. Tentu mereka sedang berfikir tentang yang dimakannya besok, inilah pendapat Leo tentang seorang ibu yang dilihatnya dari kaki gunung dengan gubuk reot sambil menggendong anaknya dan ada pula anaknya yang menarik kain ibunya sebagai tanda meminta makan. Akan tetapi apa daya, piring yang tergeletak di meja dan bale-bale itu kosong. Namun si ibu mampu memberikan senyum sambil mengusap-usap anaknya dan dengan lembut ia mempersilakan tamunya masuk.
Penglihatan yang demikian lah yang dapat menumbuhkan inspirasi bagi Leo untuk lagu. Dan rakyatlah yang menjadi kiblatnya, baik sebagai mencipta lagu dan pemusik. Ia mengakui bahwa sewaktu mencipta lagu, kadang dirinya dipengaruhi oleh musik luar negeri, seperti lagunya Bob Dylan, Queen, Beatles, Mellani dan Piere Morlin. Sedang dalm proses mencipta, Leo tidak lupa melatih keriangan agar lagunya tidak terbentur oleh sifat cengeng. Ia tidak menyangkal di antara lagu-lagunya ada yang berasal dari lagu asing yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Leo Kristi termasuk manusia kontemplatis yaitu apabila ada sesuatu keinginan yang timbul dari dalam dirinya, maka ia sangat sulit untuk mencegahnya. Disamping itu ia selalu dengan teguh memegang prinsip hidup, dan sifat yang sangat menonjol dalam dirinya adalah kemauan yang keras, ia mau menyerah hanya kepada hal-hal yang tidak mungkin dapat diatasi. Inilah sosok Leo yang merasa tidak puas dengan hasil akhir dari setiap rekaman yang dikerjakannya.
Selain alat musik, budaya orang yang memiliki alat-alat musik juga sangat menarik perhatian Leo. Hal ini penting baginya untuk lebih menyelami bagaimana sebenarnya kehidupan orang-orang yang mempunyai alat musik tersebut. Leo sebagai pencipta dan penyanyi di kenali masyarakat bukan karena ia sering tampil di layar kaca, melainkan ia dikenal karena langsung bertemu dengan penggemarnya dengan cara melakukan berbagai macam pementasan yang dilakukannya di daerah-daerah seperti Sulawesi Selatan, Ujung Pandang, Palu dan tempat lainnya. Tujuan Leo melakukan pementasan tersebut adalah dalam rangka membawa misi kepada masyarakat kecil dengan memberi pemahaman akan luhurnya musik daerah.***
(dari berbagai sumber)
Nama Leo Kristi sebenarnya terdiri dari tiga kata, yaitu Leo, Keris dan Sakti dan nama itu menjadi nama sebuah gitarnya dan nama ini disingkat menjadi Leo Kristi. Sedangkan nama lengkap yang diberikan oleh orang tuanya adalah Leo Imam Soekarno yang lahir pada 8 Agustus 1949 di Surabaya. Ayahnya bernama R. Ng. Imam Subiantoro dan ibunya bernama R.A. Roekmini Idajati.
Ayahnya bekerja sebagai pengawas keuangan pajak di kantor Inspeksi Keuangan. Karenanya kehidupan Leo lebih baik dengan fasilitas yang mencukupi. Walaupun orang tuanya serba cukup namun sifat kerakyatan sudah kelihatan dalam pribadinya, dengan mencuri waktu tidur siang, ia pergi bersama-sama temannya, jajan di pinggir jalan, bergaul dengan anak kampung, bermain lumpur, ikut menyanyi di belakang rumah tempat tinggal para gelandangan dengan gitar tua, dimana bassnya mereka rakit dari bahan kotak sabun. Dengan demikian kelihatan suasana kegembiraan, sehingga Leo lupa akan waktu. Hal seperti ini berkali-kali dilakukannya dan akibatnya ia selalu mendapat hukuman dari orang tuanya.
Sejak kecil Leo sudah menunjukan hobbynya di bidang musik. Melihat bakat tersebut, maka ayahnya memberi hadiah sebuah gitar dan gitar tersebut diberi nama Keris Sakti. Dan semasa SMA ia sudah memimpin sebuah grup band.
Setelah menyelesaikan SMA nya, Leo melanjutkan kuliah ke Perguruan Tinggi Institut Teknik Surabaya jurusan Arsitektur sampai tingkat II. Ia tidak dapat melanjutkan kuliahnya karena bibit jiwa seni lebih mempengaruhi hidupnya. Waktunya lebih sering diberikan kepada kegiatan-kegiatan musik dan akhirnya ia menentukan pilihannya menjadi Arsitektur Musik.
Dalam menciptakan lagu, Leo selalu tergantung dan berdasar pada suasana hati dan rasa cintanya kepada tanah air. Untuk menambah suasana enaknya sebuah lagu untuk di dengar, ia memberi bumbu dengan melihat kejadian sehari-hari, yaitu bagaimana sebuah perjuangan rakyat. Ketika ia berjalan dan melihat pemandangan indah, ia tidak mengaguminya, karena menurutnya bahwa dari semua yang indah yang dilihatnya hanyalah manusia. Begitu pula ketika ia mengajak bicara dengan anak-anak, orang tua, bahkan kakek-kakek, ia semakin memahami persoalan sehari-hari dan ini sangat menarik perhatiannya.
Selain itu Leo juga sangat senang dan suka menatap seseorang dan mengamati sosoknya dengan cermat. Dari pandangan ini ia mampu mengartikan raut wajah, rona mata, bahkan guratan garis yang berada di kening seseorang. Tentu mereka sedang berfikir tentang yang dimakannya besok, inilah pendapat Leo tentang seorang ibu yang dilihatnya dari kaki gunung dengan gubuk reot sambil menggendong anaknya dan ada pula anaknya yang menarik kain ibunya sebagai tanda meminta makan. Akan tetapi apa daya, piring yang tergeletak di meja dan bale-bale itu kosong. Namun si ibu mampu memberikan senyum sambil mengusap-usap anaknya dan dengan lembut ia mempersilakan tamunya masuk.
Penglihatan yang demikian lah yang dapat menumbuhkan inspirasi bagi Leo untuk lagu. Dan rakyatlah yang menjadi kiblatnya, baik sebagai mencipta lagu dan pemusik. Ia mengakui bahwa sewaktu mencipta lagu, kadang dirinya dipengaruhi oleh musik luar negeri, seperti lagunya Bob Dylan, Queen, Beatles, Mellani dan Piere Morlin. Sedang dalm proses mencipta, Leo tidak lupa melatih keriangan agar lagunya tidak terbentur oleh sifat cengeng. Ia tidak menyangkal di antara lagu-lagunya ada yang berasal dari lagu asing yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Leo Kristi termasuk manusia kontemplatis yaitu apabila ada sesuatu keinginan yang timbul dari dalam dirinya, maka ia sangat sulit untuk mencegahnya. Disamping itu ia selalu dengan teguh memegang prinsip hidup, dan sifat yang sangat menonjol dalam dirinya adalah kemauan yang keras, ia mau menyerah hanya kepada hal-hal yang tidak mungkin dapat diatasi. Inilah sosok Leo yang merasa tidak puas dengan hasil akhir dari setiap rekaman yang dikerjakannya.
Selain alat musik, budaya orang yang memiliki alat-alat musik juga sangat menarik perhatian Leo. Hal ini penting baginya untuk lebih menyelami bagaimana sebenarnya kehidupan orang-orang yang mempunyai alat musik tersebut. Leo sebagai pencipta dan penyanyi di kenali masyarakat bukan karena ia sering tampil di layar kaca, melainkan ia dikenal karena langsung bertemu dengan penggemarnya dengan cara melakukan berbagai macam pementasan yang dilakukannya di daerah-daerah seperti Sulawesi Selatan, Ujung Pandang, Palu dan tempat lainnya. Tujuan Leo melakukan pementasan tersebut adalah dalam rangka membawa misi kepada masyarakat kecil dengan memberi pemahaman akan luhurnya musik daerah.***
(dari berbagai sumber)
Source : Tamanismailmarzuki.com
No comments:
Post a Comment