Saturday, December 29, 2007

Memburu Akar Musik Indonesia ke Pasar Loak

Oleh : Amir Sodikin
Ini kisah salah satu personel grup Konser Rakyat Leo Kristi, Ote Abadi (46). Walau sudah kenyang asam garam permusikan, dia tetap terus mencari dan kembali menggali akar musik Indonesia. Semua itu dilakukannya bukan di tempat nyaman, tetapi justru di pasar loak Jembatan Item.
Hari itu, Kamis (1/3), cuaca tidak mendukung untuk jalan-jalan keliling pinggiran kota: hujan penyebabnya. Tak apalah. Gerimis kali ini sudah dianggap biasa, tak berarti sama sekali bagi para pedagang pasar loak Jembatan Item, Jatinegara, Jakarta Timur. Ekonomi harus menggeliat.
Pasar loak itu memang jarang terdengar namanya. Maklum, Jembatan Item baru eksis sejak tahun 2000, tak seperti pasar loak lain di Jakarta yang sudah lama terkenal.
"Barang antik, silakan Mas," begitu sapaan mereka kepada pengunjung. "Kaset bekas Mas, asli lho, murah harganya," kali ini sahutan pedagang kaset.
Seperti kios loakan lainnya, kios untuk jualan kaset bekas ini sama ronanya: sempit, seukuran satu meter persegi, terbuat dari tripleks, dan dagangannya sama seperti yang lain terlihat kuno, jadul (jaman dulu) banget.
Seorang pria berkulit bersih sedang sibuk memilih dan memilah kaset jadul. Beberapa kalimat terlontar untuk saling menyapa dan berkenalan. Tampaknya pria yang satu ini memang kolektor kaset lawas.
Tampak ramah dan tak terganggu dengan beberapa kali jepretan kamera. "Saya Ote Abadi, anggota grup Leo Kristi," katanya pelan.
Surprise! Betapa tidak, pasar loak biasanya tempat para kolektor kaset mencari album lawas dan salah satu album yang paling dicari adalah album grup Konser Rakyat Leo Kristi. Namun, kini justru personel Leo Kristi berburu kaset.
Pemilik kios kaset pun tampak sumringah dan makin bersemangat melayani pelanggan lama itu yang sebelumnya tak pernah mengungkapkan identitasnya. Beberapa orang juga melongokkan kepala ke arah Ote.
Ote Abadi di grup Konser Rakyat Leo Kristi memegang gitar 12, gitar klasik, harmonika, flute, dan juga vokalis. "Saya bergabung sejak 1983 sampai sekarang," katanya.
Grup Konser Rakyat Leo Kristi pernah mengusung formasi bersama Naniel, Mung, Tatiek, dan Yayuk sebelum berganti personel ke Ote, Komang, Cok Bagus, dan kakak beradik Yana dan Nana van Derkley. Grup ini dikenal menyanyikan lagu-lagu balada, berirama folk, country, serta penuh dengan lirik-lirik yang merespons fenomena sosial.
Akar musik Indonesia
Ote tampak memegang kaset Simon & Garfunkel, John Denver, Song Book Bee Gees 79, Folk Song I-III yang berisi Bob Dylan, Cat Steven, dan lain-lain. Ada juga Album Asli ’45 Nostalgia Irama Kroncong, Marini dan Frangky Manopo.
Di kios itu juga ada kaset Finalis Festival Lagu Populer Tingkat Jakarta III/’76. Tebak siapa yang ada di kaset itu? Grace Simon sebagai pemenang I, Hetty Koes Endang pemenang II, dan Diah Iskandar pemenang III, juga ada Rafika Duri. Nama-nama penyanyi itu besar kemungkinan tak memiliki album mereka sendiri di zaman jebot itu.
Harga kaset di kios itu berkisar Rp 5.000-Rp 50.000. Cukup lama Ote memilih kaset, mencoba memutarnya, kemudian mencari lagi kaset lain, begitu seterusnya. "Kalau ada kaset Leo Kristi, pasti saya beli juga," kata Ote. Lho?
"Kami malah tidak sempat mengoleksi kaset zaman dulu karena sering dipinjam teman atau keluarga dan tak kembali lagi. Jadi, kami terpaksa mencari-cari seperti ini," katanya.
Beberapa pekan lalu, Ote beruntung karena, ketika "shopping" di pasar loak yang ada di Jalan Urip Sumoharjo, dirinya menemukan kaset grup Leo Kristi. Tidak hanya satu, tetapi empat album berturut-turut, yaitu Nyanyian Fajar, Nyanyian Malam, Nyanyian Tanah Merdeka, dan Nyanyian Cinta.
Walaupun paket album lengkap Leo Kristi sebanyak 11 album kini bisa didapatkan dari Leo Kristi seharga Rp 1 juta, menemukan album asli yang dibuat pada zamannya memiliki kesenangan tersendiri. Bak menemukan emas.
Banjir 2002 telah menghancurkan koleksi kaset Ote yang lebih dari 500 kaset. Sedikit demi sedikit, Ote tiap pekan menyempatkan diri "shopping" di pasar loak di Jakarta.
Leo Kristi sendiri juga punya hobi yang sama. "Kini koleksi saya sudah lebih dari 500 buah kaset lagi," katanya.
Apakah Ote hanya sekadar hobi mengoleksi? Simak pengakuannya. "Saya berusaha mengoleksi musik-musik lama yang saya suka karena kita, musik Indonesia ini, berutang pada musik lama ini," kata Ote.
"Revolusi musik yang terjadi di Indonesia sejak 1970-an itu terjadi berkat lagu-lagu lama seperti ini," ujar Ote. Masuknya musik berirama folk ke Indonesia salah satunya dimotori grup Leo Kristi.
Akan tetapi, kaset lama semacam album Leo Kristi kini sudah susah ditemui di toko kaset dan hanya beredar di pasar loak. Oleh karena itu, pencarian Ote Abadi hingga ke pasar loak adalah pencarian terhadap akar musik Indonesia zaman dulu.
"Musik modern Indonesia kini memang hebat dari sisi kemampuan para musisinya. Talenta bagus dan teknologi mendukung. Namun, musisi sekarang kehilangan kepekaan sosialnya, tak sempat memaknai kehidupan riil," ucap Ote.
Musik itu sarana berinteraksi dengan masyarakat, sarana untuk mengekspresikan fenomena sosial yang terjadi. "Realitas kehidupan harus dikomunikasikan ke dalam lirik. Lirik sekarang kebanyakan menjual mimpi," tutur Ote.
Keliling kampung
Mus Bewok (45), sang pemilik kios kaset langganan Ote itu, tampak manggut-manggut. "Iya, lagu-lagu anak sekarang kebanyakan hanya bertema cinta," katanya.
Mus Bewok berhak mengekspresikan pendapatnya. Dia sudah 10 tahun mengabdikan diri untuk "mendokumentasikan" kaset-kaset lawas itu. Bahkan, selama lima tahun sebelumnya menjadi pedagang keliling, memasarkan kaset para musisi Indonesia dari kampung ke kampung.
Jangan pesimistis dulu! Tetap ada harapan untuk masa depan. Kata Mus Bewok, sekarang banyak anak muda ingin mendengar musik bertema realitas kehidupan.
"Masterpiece Leo Kristi, album Nyanyian Tanah Merdeka, salah satu yang banyak dicari anak muda," kata Mus.
Kabar bagus dari pasar loak.
Source : Kompas, Sabtu, 03 Maret 2007

No comments: